Investor terkemuka Warren Buffett buka suara soal ekonomi Amerika Serikat (AS). Ia yakin baik pemerintah Presiden Joe Biden maupun Kongres tak akan membiarkan negeri itu gagal membayar utang (default).
Hal ini ditegaskannya dalam pertemuan tahunan Berkshire Hathaway Inc di Omaha, akhir pekan. Ia pun mengatakan sistem keuangan dunia akan terganggu jika AS dinyatakan bangkrut.
“Dunia akan dilanda kekacauan,” ujarnya dimuat Reuters, dikutip Senin (8/5/2023).
Utang AS diketahui mencapai US$ 31 triliun atau sekitar Rp 460.000 triliun (kurs Rp 14.900/US$). Bengkaknya utang dipicu oleh pandemi Corona (Covid-19), di mana pemerintah harus menggelontorkan stimulus US$ 5 triliun guna menyelamatkan perekonomian.
Namun AS memang tidak pernah lagi mengalami posisi surplus dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sejak 1957. Sejak saat itu, AS terus mengalami defisit APBN, di mana untuk membiayai belanja perlu menambah utang melalui penerbitan Treasury misalnya.
Pembayaran bunga utang yang ada sebelumnya juga dilakukan dengan menerbitkan surat utang lagi. Ini yang terus menerus dilakukan Paman Sam.
Di kesempatan sama, juga mengkritik penanganan kasus di sektor perbankan di negara tersebut. Buffett merujuk bagaimana politisi, regulator, dan pers menangani kegagalan Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan First Republic Bank.
Ia mengatakan penanganan kasus-kasus kolapsnya deretan bank tersebut “sangat buruk. Sehingga membuat takut para deposan.
“Ketakutan itu menular,” katanya.
“Anda tidak dapat menjalankan ekonomi ketika orang khawatir jika uang mereka aman di bank,” ujarnya.
Buffett juga mengatakan regulator benar untuk menjamin deposan Silicon Valley Bank. Ia mengatakan jika regulator tidak melakukannya, hal ini akan menjadi bencana.
Dia juga mengatakan pemegang saham bank dan eksekutif harus menanggung risiko salah urus.
“Korek api yang menyala bisa berubah menjadi kobaran api atau bisa dipadamkan. Anda harus memiliki hukuman bagi orang yang melakukan hal yang salah,” katanya.
Berkshire membukukan laba kuartalan US$35,5 miliar. Di kesempatan itu, Buffet mengatakan telah membeli kembali US$4,4 miliar sahamnya sendiri.
Sebaliknya, ia menjual US$13,3 miliar saham perusahaan lain, dalam satu kuartal di mana Indeks S&P 500 naik 7%. Berkshire juga memiliki US$328 miliar saham, hampir setengahnya di Apple Inc.
Sebagai orang terkaya keenam di dunia, Buffett telah menjalankan Berkshire sejak 1965. Puluhan bisnisnya termasuk asuransi mobil Geico, kereta api BNSF dan nama konsumen seperti Dairy Queen dan Fruit of the Loom.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) AS Janet Yellen juga memperingatkan konsekuensi ekonomi yang besar bila parlemen negara itu tak kunjung meningkatkan batas utang. Dalam wawancara di program ABC’s This Week, Yellen menyebut kegagalan untuk menaikkan plafon utang akan menyebabkan “penurunan ekonomi yang tajam”.
Ia juga meramalkan bahwa Departemen Keuangan juga kemungkinan bisa kehabisan langkah untuk membayar kewajiban utangnya. Utang AS diketahui jatuh tempo di 1 Juni.
“Proyeksi kami saat ini adalah bahwa pada awal Juni, suatu hari akan tiba ketika kami tidak dapat membayar tagihan kami kecuali Kongres menaikkan plafon utang,” kata Yellen dalam program tersebut, sebagaimana diwartakan CNBC International.
“Itu adalah sesuatu yang saya sangat mendesak Kongres untuk melakukannya,” tegasnya.
Yellen mengatakan AS telah menggunakan “langkah luar biasa” untuk menghindari gagal bayar, dan itu bukan sesuatu yang dapat terus dilakukan Departemen Keuangan. Ia mengatakan Kongres perlu mengambil tindakan untuk menghindari “malapetaka ekonomi”.
“Disepakati secara luas bahwa kekacauan (chaos) finansial dan ekonomi akan terjadi,” tambah figur kelahiran Brooklyn itu.