Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah bersiap meningkatkan modal disetor untuk perusahaan asuransi, reasuransi, asuransi syariah, dan reasuransi syariah. Sejumlah pelaku industri pun telah mengambil ancang-ancang terkait hal ini.
Beredar wacana pada 2026, modal minimum perusahaan asuransi konvensional akan ditetapkan menjadi Rp 500 miliar. Selanjutnya, modal minimumnya akan didorong mencapai Rp 1 triliun pada 2028. Sementara, perusahaan reasuransi konvensional, modal minimumnya akan ditingkatkan dari Rp 200 miliar menjadi Rp 1 triliun pada 2026. Selanjutnya, modal minimum akan ditingkatkan menjadi Rp 2 triliun pada 2028.
Adapun, modal minimum perusaan asuransi syariah akan ditingkatkan dari Rp 50 miliar menjadi Rp 250 miliar pada 2026. Kemudian, modal akan didorong menjadi Rp 500 miliar pada 2028. Kemudian, https://www.rtpbengkel138.online/ modal minimum perusahaan reasuransi syariah akan ditingkatkan dari Rp 100 miliar menjadi Rp 500 miliar pada 2026. Lalu, modal minimumnya akan dinaikkan jadi Rp 1 trilun pada 2028.
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan, anggota asosiasinya relatif siap akan wacana ini. Pasalnya, sebagian besar dari ke 56 anggotanya, sudah memiliki ekuitas di atas Rp500 miliar.
“Mungkin ada beberapa yang Rp250 miliar-Rp500 miliar, ada yang sedikit antara Rp100 miliar-Rp250 miliar, dan rasanya hanya ada satu saja yang di bahwa Rp100 miliar, artinya sedang tidak sehat. Jadi kalau dinaikkan ke Rp250miliar atau Rp300 miliar, rasanya relatif siap. Kalau ke Rp500 miliar, sebagian besarnya sudah siap,” ungkap Budi ketika ditemui wartawan usai Konferensi Pers Kinerja Kuartal I/2023 AAJI, di Jakarta, Rabu, (24/5/2023).
Budi pun tak menutup kemungkinann bila nantinya ada beberapa perusahaan yang harus melalui proses akuisisi merger untuk memenuhi ekuitas.
“Itu harus kita lihat nantinya bagaimana [batas ekuitas minimal]. Tapi itu [akuisisi/merger] memang salah satu solusi bagi mereka yang pada saat peraturan mulai atau menjelang berlaku belum bisa dinaikkan, pastinya harus bergabung,” kata dia.
Di sisi lain, AAJI menyadari ketentuan batas modal minimum ini memang harus naik, namun wacana ini harus dibicarakan secara matang terkait nominal dan jangka waktunya, karena tidak semua perusahaan berwujud padat modal.
Berdasarkan data sampai dengan Maret 2023, industri asuransi jiwa membukukan total aset mencapai Rp611,52 triliun. Hasil tersebut mengalami penurunan sebesar 0.9% jika dibandingkan dengan total aset pada Maret 2022. 87,4% total aset merupakan total investasi yang sampai periode tersebut mencatatkan nilai sebesar Rp545,79 triliun.
Ketua Bidang Hubungan Kerja Sama Antar Lembaga Regulator, Stakeholder Dalam Negeri & Internasional AAJI, Shadiq Akasya menyatakan total investasi industri asuransi jiwa sampai dengan Maret 2023 tercatat mengalami sedikit penurunan yakni 2,1% jika dibandingkan posisi total investasi pada Maret 2022.
“Penerapan SEOJK PAYDI secara berkala sejak awal tahun 2022 dan mulai berlaku penuh pada Maret 2023 ini menyebabkan adanya perubahan penempatan dana investasi asuransi jiwa. Oleh karenanya perusahaan asuransi jiwa harus melakukan evaluasi dan menentukan ulang strategi penempatan investasinya guna menyesuaikan portofolio produk yang dipasarkannya. Hal ini juga yang mungkin membuat total investasi asuransi jiwa menjadi sedikit menurun,” jelas Shadiq.
Dalam rangka mematuhi aturan yang berlaku, industri asuransi jiwa secara konsisten meningkatkan penempatan investasinya pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Sampai dengan Maret 2023, investasi pada instrumen SBN tercatat meningkat 23,3% menjadi Rp151,7 triliun. Hal ini sekaligus menjadi bukti komitmen industri asuransi jiwa dalam pembangunan jangka panjang pemerintah.
“Penempatan investasi yang dilakukan oleh industri asuransi jiwa wajib didasari oleh portofolio produk yang dipasarkan serta risk appetite dari para nasabahnya. Seiring dengan berlakunya SEOJK PAYDI yang mengatur porsi penempatan investasi, kami berharap ke depannya akan semakin banyak instrumen investasi yang sesuai dengan kebutuhan industri. Sehingga para pemegang polis bisa mendapatkan manfaat produknya secara maksimal,” tambah Shadiq.